Sabtu, 15 Desember 2012

The precious thing is....(part 1)


Dear Kioku lovers( emang ada ?), sebenarnya part ini adalah lost moment yang ada dari Wasureta Kioku. Jadi kali ini saya sajikan dalam bentuk OVA atau cerpen saja. Here is enjoy it...

Part 1 (I've lost it)

Dengar baik-baik Ryuko, bintang ini adalah bintang keberuntunganmu. Jadi selama kau memiliki ini, kau tidak perlu takut pada apapun, karena keberuntungan akan membantumu di saat sulit.
Aku masih ingat sekali apa yang dikatakan Kotaro-nii chan padaku ketika ia memberikan charm bintang kesayanganku beberapa bulan lalu. Charm bintang itu hampir sama berharganya seperti jiwaku. Dan ketika ku kehilangan charm bintang, rasanya seperti aku kehilangan jiwaku. Berlebihan memang, tapi begitulah kenyataannya. Dadaku terasa begitu sakit dan aku tak bisa berhenti menangis. Bagiku, semua yang dikatakan onii-chan   adalah absolute, tidak ada yang bisa mengubahnya, hingga aku bertemu dengan dua orang bocah laki-laki yang sedikit membuka pikiranku….
****
Alpha City, Winter
Meskipun ini musim dingin, aku bias merasakan sebuah kehangatan dari air mata yang menjatuhi pipiku. Aku harus menemukan charm bintang itu, bagaimanapun caranya.
Aku melepaskan sarung tanganku dan melemparnya ke suatu tempat, entah  di mana aku juga sudah lupa. Aku masih terus berjalan mondar mandir sambil sesekali menggali gundukan salju dengan tangan telanjang, berharap aku bias menemukan charm bintang pemberian onii-chan.  Beberapa puluh menit kemudian, aku menyadari bahwa usahaku sia-sia. Aku pun menyadari bahwa tanganku mulai mati rasa karena membeku. Aku menyerah dan menangis di pinggir sungai sendirian, ya seperti gadis kecil yang terbuang dan tidak punya harapan. Dan menangis memang menjadi pilihan terakhirku ketika aku putus asa.


“Hm, nona, kau baik-baik saja ?”
Aku mendengar sebuah suara lembut di sekitarku, sepertinya suara itu sedang menyapaku. Aku mengusap pipiku  yang basah karena air mata dengan tanganku yang membeku karena kedinginan. Aku menoleh ke sumber suara yang memanggilku. Seorang bocah laki-laki yang seumuran denganku sedang menatapku dengan tatapan heran. Rambut dan matanya yang berwarna perak begitu menyilaukan meski terlihat senyumnya masih terlihat canggung.
Aku hanya menggelengkan kepalaku, suaraku terlalu serak untuk menjawab.
“Kau baik-baik saja ?” tanyanya lagi.
Aku hanya mengangguk sebisaku, lagi-lagi tak sanggup menjawab pertanyaan si mata perak karena terlalu lelah menangis.
Si mata perak hanya memiringkan kepalanya sembari menatapku heran, seolah menanyakan apa benar aku baik-baik saja. Kali ini aku hanya memalingkan kepala dan berhenti menatap matanya.
Tiba-tiba aku mendengar langkah kaki yang dihentakkan dengan keras yang sengaja mendekatiku dan si mata perak. Aku berusaha melihat siapa lagi orang yang sudah menggangguku menangis.
Lagi-lagi aku melihat seorang bocah laki-laki yang sepertinya juga seumuran denganku. Ia memiliki rambut berwarna hitam pekat dan mata hitam kelam seperti batu onyx. Meskipun masih anak-anak, tatapannya terlihat begitu dingin dan menusuk, terlihat jelas bahwa ia jarang tersenyum.
“Kenapa kau lama sekali ?” Tanya si mata hitam sambil menatap  si mata perak. Sepertinya mereka berdua berteman.
“Hm, sepertinya ini akan jauh lebih lama dari yang kuperkirakan karena nona ini tidak mau bicara.” Jawab si mata perak.
“Ck, masa dari melihatnya saja kau tidak bisa memastikan dia ini hantu atau manusia ?” ucap si mata hitam tanpa ragu.
Aku hendak memprotes dan mengklarifikasi pada dua bocah laki-laki ini bahwa sebenarnya aku adalah manusia. Tetapi  tiba-tiba si mata hitam memegang pipiku yang baru saja kering dari air mata dengan kedua tangannya. Secara spontan, tentu saja hal itu membuat mulutku tertunda untuk bicara.
“Aku bisa menyentuhnya, dia manusia. Kasus selesai . Sekarang ayo pergi.” Ajak si mata hitam sambil hendak melangkah pergi.
“Tunggu !” si mata perak menghentikan temannya tanpa mengalihkan pandangannya dari mataku.
“Apa lagi ?” Tanya si mata hitam tak sabar.
“Kasus belum selesai, jika benar dia manusia, kita harus mencari tahu apa yang dilakukan seorang gadis kecil  sendirian di pinggir sungai. Itu aneh bukan?”
“Cih, merepotkan.” Ucap si mata hitam tanpa mengubah ekspresi.
Lagi-lagi si mata perak mencoba mendekatiku dan mencari tahu.
“Nona…Kau sedang apa di sini ?” tanyanya , mencoba ramah padaku.
“Bukan urusanmu.” Jawabku singkat.
“Lagi-lagi si mata hitam secara tiba- tiba langsung duduk di depanku, menatapku dengan mata onyx nya yang begitu dingin dan seolah menjebakku dalam ilusi. Ia mengerutkan dahi dan sedikit memiringkan kepalanya.
“Matanya bengkak, dia habis menangis.” Ucap si mata hitam datar.
“Kau yakin , matanya bengkak bukan karena di gigit serangga ?” respon si mata perak tanpa dosa.
Si mata hitam membalas respon si mata perak hanya dengan menatapnya dengan tatapan datar seolah berkata ‘TIDAK-LUCU-‘
Aku segera berdiri dan hendak membuka mulutku untuk mengusir dua bocah laki-laki ini pergi. Tetapi lagi-lagi ulah si mata hitam menggagalkan niatku. Dia menggenggam kedua tanganku dengan kedua tangannya yang begitu hangat karena diselimuti oleh sarung tangan berwarna hitam yang tebal. Tetapi matanya tidak menatapku, hanya menatap tanganku yang terlihat pucat karena kedinginan tanpa sarung tangan. Sesekali ia mengarahkan pandangannya di sekelilingku, seperti sedang mengamati sesuatu.
“Dia sedang mencari sesuatu.” Ucap si mata hitam santai.
Ia melepaskan tanganku sambil melihat sekeliling.
“Kau lihat gundukan salju itu ? itu ? dan itu ?.Itu seperti bekas digali bukan ? Kurasa dengan bodohnya dia menggali gundukan salju itu dengan tangan telanjang untuk mencari sesuatu.” Ucap si mata hitam sinis.
Kuakui, kemampuan analisis si mata hitam, benar-benar hebat.
“Kira-kira dia sedang mencari apa ya ?” gumam si mata perak.
“Mungkin sesuatu yang lebih berharga dari dirinya sendiri.” Ucap si mata hitam sinis.
SESUATU YANG BERHARGA MELEBIHI DIRIKU SENDIRI ?
Sial ! Kata-kata itu terasa begitu menyakitkan di telingaku hingga memaksa air mataku untuk mengalir LAGI ke pipiku. Kenapa aku bisa menangis hanya karena kata-kata seperti itu ?.
“Hey, kau membuatnya menangis lagi !” ucap si mata perak sambil menatap si mata hitam dengan tatapan sinis. Seolah tidak senang dengan ucapan si mata hitam.
‘Ck, gadis ini cengeng sekali. Sebenarnya apa yang sedang kau cari sih ?” ucap si mata hitam tak sabar.
“Bintang.” Jawabku singkat.
“Lihat ke atas. Di sana ada banyak bintang, sekarang berhentilah menangis !” ucapnya sambil menatapku sejenak. “ Dan ayo kita pergi.” Lanjut si mata hitam sambil menarik tangan si mata perak.
Si mata perak menolak untuk pergi. “Tunggu dulu !”
“Apa maksudnya kau mencari bintang ?” Tanya si mata perak.
Entah kenapa aku selalu tidak bias menjawab pertanyaan si mata perak dengan jujur. Dan selalu berakhir dengan diam.
Si mata perak memiringkan kepalanya.
“Sepertinya dia hanya mau merespon ucapanmu.” Ucap si mata perak sembari menatap si mata hitam.
“Like I care..”respon si mata hitam dingin.
Aku merasa agak sungkan pada si mata perak yang berusaha mebantuku. Aku menghela nafas dan kucoba menceritakan semua kejadian yang perlu kuceritakan.
“Jadi, kau hanya kehilangan seuah charm bintang dank arena kehilangan charm itu, kau takut kehilangan keberuntunganmu ? Sungguh bodoh…” ucap si mata hitam sinis.
“Ssst, diamlah. Tidak biasanya kau banyak bicara.” Ucap si mata perak sambil berusaha menutup mulut si mata hitam.
“Cih.”
“Apa kau mau kami membantumu ?”Tanya si mata perak.
“Kami ?” si mata hitam menatap si mata perak dengan tatapan tak percaya.
“Ya.” Jawab si mata perak sambil tersenyum menantang si mata hitam.
“Apa yang membuatmu berpikir aku mau melakukannya ?”
Si mata perak membisikkan sesuatu ke telinga si mata hitam. Entah apa yang mereka bicarakan ,aku juga tidak tahu. Tapi yang jelas apa yang di bisikkan si mata perak secara sekejap mengubah pemikiran si mata hitam.
“Benda milikku bentuknya seperti apa ?” Tanya si mata hitam tanpa basa-basi.
Aku segera menatap si mata perak dengan tatapan penuh tanda  tanya. Tetapi seperti yang sudah kuduga, si mata perak hanya membalas tatapanku dengan tersenyum lebar. Dan entah bagaimana, kedua bocah laki – laki itu membantuku mencari charm bintang masih dengan alasan yang belum bisa kuketahui. Hmpir satu jam mereka mereka mencoba mencari di sekitar sungai, dan aku merasa bahwa ini sia-sia.
“Ehm..Kurasa kalian tidak perlu mencarinya lagi !” aku berusaha berteriak, atau mungkin lebih tepat dikatakan setengah berteriak, tetapi tetap saja suaraku tersengar datar.
Secara bersamaan si mata perak dan mata hitam menatapku dengan tatapan datar.
“Memangnya kenapa ?” tanya si mata perak.
Aku berusaha mencari-cari alasan, entah kenapa jika si mata perak yang bertanya aku selalu butuh waktu untuk menjawab.
“Uhm..itu..pokoknya kau tidak usah mencarinya lagi.” Responku singkat.
“Baguslah akhirnya kau sadar bahwa itu hanya sebuah charm, tak lebih dari sekedar benda biasa.” Respon si mata hitam tanpa dosa.
“Bukan ! Aku tidak bilang charm itu tidak berharga. Aku hanya tak ingin berhutang budi pada kalian. Itu saja.” Bantahku tegas menengar ucapan si mata hitam. Entah kenapa aku tidak butuh waktu untuk menjawab pertanyaan ataupun merespon ucapan si mata hitam.
“Sudahlah, hentikan ! Kau tidak perlu memikirkannnya nona, kami punya alasan sendiri kenapa kami membantumu, bukankah begitu ?” si mata perak melirik si mata hitam dengan tatapan aneh.
Si mata hitam tak merespon apapun. Ia justru mendekatiku sambil menatapku dengan tatapan aneh, sedangkan aku bisa melihat si mata perak kembali ke pinggir sungai untuk kembali mencari.
“Coba lihat ini.” Ucap si mata hitam sambil menunjukan sebuah batu biasa. Ya, benar-benar batu ‘biasa’.
Aku mengangkat alis dan hanya menatapnya dengan tatapan penuh tanda tanya.
“Pegang ini.” Ucapnya sambil meletakkan batu itu dalam genggamanku.
“Kau tahu apa yang kau pegang ?” tanyanya.
“Batu.” Jawabku singkat.
“Ck, tentu saja itu batu, tapi kau tahu ? Itu bukan batu biasa. Itu batu pertama yangkugunakan ketika aku berlatih melempar shuriken dengan kakakku. Dia bilang, jika aku berhasil melempar tepat sasaran dengan batu ini, aku akan diajari melempar menggunakan shuriken yang sesungguhnya. Singkatnya, meskipun hanya sebuah batu, ini sangat berharga untukku.” Si mata hitam berkata sambil menatapku dalam-dalam. Aku sama sekali tak melihat kebohongan dari setiap kata yang ia ucapkan.
“Ini berharga untukmu ?” tanyaku.
Ia mengangguk.
Aku menatap batu itu sejenak, lau dengan sekuat tenaga aku melempar batu itu ke sungai yang gelap menembus kegelapan musim dingin.
“Hei ! Apa yang kau lakukan ??!!!”

Bersambung ke the precious thing part 2

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Stop being silent reader and write your comments.......