Dear Kioku lovers( emang ada ?), sebenarnya part ini adalah lost moment yang ada dari Wasureta Kioku. Jadi kali ini saya sajikan dalam bentuk OVA atau cerpen saja. Here is enjoy it...
Part 1 (I've lost it)
Dengar
baik-baik Ryuko, bintang ini adalah bintang keberuntunganmu. Jadi selama kau
memiliki ini, kau tidak perlu takut pada apapun, karena keberuntungan akan
membantumu di saat sulit.
Aku masih ingat sekali apa yang dikatakan
Kotaro-nii chan padaku ketika ia memberikan charm bintang kesayanganku beberapa
bulan lalu. Charm bintang itu hampir sama berharganya seperti jiwaku. Dan
ketika ku kehilangan charm bintang, rasanya seperti aku kehilangan jiwaku.
Berlebihan memang, tapi begitulah kenyataannya. Dadaku terasa begitu sakit dan
aku tak bisa berhenti menangis. Bagiku, semua yang dikatakan onii-chan adalah absolute, tidak ada yang bisa
mengubahnya, hingga aku bertemu dengan dua orang bocah laki-laki yang sedikit
membuka pikiranku….
****
Alpha
City, Winter
Meskipun ini musim dingin, aku bias
merasakan sebuah kehangatan dari air mata yang menjatuhi pipiku. Aku harus
menemukan charm bintang itu, bagaimanapun caranya.
Aku melepaskan sarung tanganku dan
melemparnya ke suatu tempat, entah di
mana aku juga sudah lupa. Aku masih terus berjalan mondar mandir sambil
sesekali menggali gundukan salju dengan tangan telanjang, berharap aku bias
menemukan charm bintang pemberian onii-chan.
Beberapa puluh menit kemudian, aku menyadari bahwa usahaku sia-sia. Aku
pun menyadari bahwa tanganku mulai mati rasa karena membeku. Aku menyerah dan
menangis di pinggir sungai sendirian, ya seperti gadis kecil yang terbuang dan
tidak punya harapan. Dan menangis memang menjadi pilihan terakhirku ketika aku
putus asa.
“Hm, nona, kau baik-baik saja ?”
Aku mendengar sebuah suara lembut di
sekitarku, sepertinya suara itu sedang menyapaku. Aku mengusap pipiku yang basah karena air mata dengan tanganku
yang membeku karena kedinginan. Aku menoleh ke sumber suara yang memanggilku. Seorang
bocah laki-laki yang seumuran denganku sedang menatapku dengan tatapan heran.
Rambut dan matanya yang berwarna perak begitu menyilaukan meski terlihat
senyumnya masih terlihat canggung.
Aku hanya menggelengkan kepalaku, suaraku
terlalu serak untuk menjawab.
“Kau baik-baik saja ?” tanyanya lagi.
Aku hanya mengangguk sebisaku, lagi-lagi
tak sanggup menjawab pertanyaan si mata perak karena terlalu lelah menangis.
Si mata perak hanya memiringkan kepalanya
sembari menatapku heran, seolah menanyakan apa benar aku baik-baik saja. Kali
ini aku hanya memalingkan kepala dan berhenti menatap matanya.
Tiba-tiba aku mendengar langkah kaki yang
dihentakkan dengan keras yang sengaja mendekatiku dan si mata perak. Aku
berusaha melihat siapa lagi orang yang sudah menggangguku menangis.
Lagi-lagi aku melihat seorang bocah
laki-laki yang sepertinya juga seumuran denganku. Ia memiliki rambut berwarna
hitam pekat dan mata hitam kelam seperti batu onyx. Meskipun masih anak-anak,
tatapannya terlihat begitu dingin dan menusuk, terlihat jelas bahwa ia jarang
tersenyum.
“Kenapa kau lama sekali ?” Tanya si mata
hitam sambil menatap si mata perak.
Sepertinya mereka berdua berteman.
“Hm, sepertinya ini akan jauh lebih lama
dari yang kuperkirakan karena nona ini tidak mau bicara.” Jawab si mata perak.
“Ck, masa dari melihatnya saja kau tidak
bisa memastikan dia ini hantu atau manusia ?” ucap si mata hitam tanpa ragu.
Aku hendak memprotes dan mengklarifikasi
pada dua bocah laki-laki ini bahwa sebenarnya aku adalah manusia. Tetapi tiba-tiba si mata hitam memegang pipiku yang
baru saja kering dari air mata dengan kedua tangannya. Secara spontan, tentu
saja hal itu membuat mulutku tertunda untuk bicara.
“Aku bisa menyentuhnya, dia manusia. Kasus
selesai . Sekarang ayo pergi.” Ajak si mata hitam sambil hendak melangkah
pergi.
“Tunggu !” si mata perak menghentikan
temannya tanpa mengalihkan pandangannya dari mataku.
“Apa lagi ?” Tanya si mata hitam tak sabar.
“Kasus belum selesai, jika benar dia
manusia, kita harus mencari tahu apa yang dilakukan seorang gadis kecil sendirian di pinggir sungai. Itu aneh bukan?”
“Cih, merepotkan.” Ucap si mata hitam tanpa
mengubah ekspresi.
Lagi-lagi si mata perak mencoba mendekatiku
dan mencari tahu.
“Nona…Kau sedang apa di sini ?” tanyanya ,
mencoba ramah padaku.
“Bukan urusanmu.” Jawabku singkat.
“Lagi-lagi si mata hitam secara tiba- tiba
langsung duduk di depanku, menatapku dengan mata onyx nya yang begitu dingin dan seolah menjebakku dalam ilusi. Ia
mengerutkan dahi dan sedikit memiringkan kepalanya.
“Matanya bengkak, dia habis menangis.” Ucap
si mata hitam datar.
“Kau yakin , matanya bengkak bukan karena
di gigit serangga ?” respon si mata perak tanpa dosa.
Si mata hitam membalas respon si mata perak
hanya dengan menatapnya dengan tatapan datar seolah berkata ‘TIDAK-LUCU-‘
Aku segera berdiri dan hendak membuka
mulutku untuk mengusir dua bocah laki-laki ini pergi. Tetapi lagi-lagi ulah si
mata hitam menggagalkan niatku. Dia menggenggam kedua tanganku dengan kedua
tangannya yang begitu hangat karena diselimuti oleh sarung tangan berwarna
hitam yang tebal. Tetapi matanya tidak menatapku, hanya menatap tanganku yang
terlihat pucat karena kedinginan tanpa sarung tangan. Sesekali ia mengarahkan
pandangannya di sekelilingku, seperti sedang mengamati sesuatu.
“Dia sedang mencari sesuatu.” Ucap si mata
hitam santai.
Ia melepaskan tanganku sambil melihat
sekeliling.
“Kau lihat gundukan salju itu ? itu ? dan
itu ?.Itu seperti bekas digali bukan ? Kurasa dengan bodohnya dia menggali
gundukan salju itu dengan tangan telanjang untuk mencari sesuatu.” Ucap si mata
hitam sinis.
Kuakui, kemampuan analisis si mata hitam,
benar-benar hebat.
“Kira-kira dia sedang mencari apa ya ?”
gumam si mata perak.
“Mungkin sesuatu yang lebih berharga dari
dirinya sendiri.” Ucap si mata hitam sinis.
SESUATU
YANG BERHARGA MELEBIHI DIRIKU SENDIRI ?
Sial ! Kata-kata itu terasa begitu menyakitkan
di telingaku hingga memaksa air mataku untuk mengalir LAGI ke pipiku. Kenapa
aku bisa menangis hanya karena kata-kata seperti itu ?.
“Hey, kau membuatnya menangis lagi !” ucap
si mata perak sambil menatap si mata hitam dengan tatapan sinis. Seolah tidak
senang dengan ucapan si mata hitam.
‘Ck, gadis ini cengeng sekali. Sebenarnya
apa yang sedang kau cari sih ?” ucap si mata hitam tak sabar.
“Bintang.” Jawabku singkat.
“Lihat ke atas. Di sana ada banyak bintang,
sekarang berhentilah menangis !” ucapnya sambil menatapku sejenak. “ Dan ayo
kita pergi.” Lanjut si mata hitam sambil menarik tangan si mata perak.
Si mata perak menolak untuk pergi. “Tunggu
dulu !”
“Apa maksudnya kau mencari bintang ?” Tanya
si mata perak.
Entah kenapa aku selalu tidak bias menjawab
pertanyaan si mata perak dengan jujur. Dan selalu berakhir dengan diam.
Si mata perak memiringkan kepalanya.
“Sepertinya dia hanya mau merespon
ucapanmu.” Ucap si mata perak sembari menatap si mata hitam.
“Like I care..”respon si mata hitam dingin.
Aku merasa agak sungkan pada si mata perak
yang berusaha mebantuku. Aku menghela nafas dan kucoba menceritakan semua
kejadian yang perlu kuceritakan.
“Jadi, kau hanya kehilangan seuah charm
bintang dank arena kehilangan charm itu, kau takut kehilangan keberuntunganmu ?
Sungguh bodoh…” ucap si mata hitam sinis.
“Ssst, diamlah. Tidak biasanya kau banyak
bicara.” Ucap si mata perak sambil berusaha menutup mulut si mata hitam.
“Cih.”
“Apa kau mau kami membantumu ?”Tanya si
mata perak.
“Kami ?” si mata hitam menatap si mata
perak dengan tatapan tak percaya.
“Ya.” Jawab si mata perak sambil tersenyum
menantang si mata hitam.
“Apa yang membuatmu berpikir aku mau
melakukannya ?”
Si mata perak membisikkan sesuatu ke
telinga si mata hitam. Entah apa yang mereka bicarakan ,aku juga tidak tahu.
Tapi yang jelas apa yang di bisikkan si mata perak secara sekejap mengubah pemikiran
si mata hitam.
“Benda milikku bentuknya seperti apa ?”
Tanya si mata hitam tanpa basa-basi.
Aku segera menatap si mata perak dengan
tatapan penuh tanda tanya. Tetapi seperti yang sudah kuduga, si mata perak
hanya membalas tatapanku dengan tersenyum lebar. Dan entah bagaimana, kedua
bocah laki – laki itu membantuku mencari charm bintang masih dengan alasan yang
belum bisa kuketahui. Hmpir satu jam mereka mereka mencoba mencari di sekitar
sungai, dan aku merasa bahwa ini sia-sia.
“Ehm..Kurasa kalian tidak
perlu mencarinya lagi !” aku berusaha berteriak, atau mungkin lebih tepat
dikatakan setengah berteriak, tetapi tetap saja suaraku tersengar datar.
Secara bersamaan si mata
perak dan mata hitam menatapku dengan tatapan datar.
“Memangnya kenapa ?”
tanya si mata perak.
Aku berusaha mencari-cari
alasan, entah kenapa jika si mata perak yang bertanya aku selalu butuh waktu
untuk menjawab.
“Uhm..itu..pokoknya kau
tidak usah mencarinya lagi.” Responku singkat.
“Baguslah akhirnya kau
sadar bahwa itu hanya sebuah charm, tak lebih dari sekedar benda biasa.” Respon
si mata hitam tanpa dosa.
“Bukan ! Aku tidak bilang
charm itu tidak berharga. Aku hanya tak ingin berhutang budi pada kalian. Itu
saja.” Bantahku tegas menengar ucapan si mata hitam. Entah kenapa aku tidak
butuh waktu untuk menjawab pertanyaan ataupun merespon ucapan si mata hitam.
“Sudahlah, hentikan ! Kau
tidak perlu memikirkannnya nona, kami punya alasan sendiri kenapa kami
membantumu, bukankah begitu ?” si mata perak melirik si mata hitam dengan
tatapan aneh.
Si mata hitam tak
merespon apapun. Ia justru mendekatiku sambil menatapku dengan tatapan aneh,
sedangkan aku bisa melihat si mata perak kembali ke pinggir sungai untuk
kembali mencari.
“Coba lihat ini.” Ucap si
mata hitam sambil menunjukan sebuah batu biasa. Ya, benar-benar batu ‘biasa’.
Aku mengangkat alis dan
hanya menatapnya dengan tatapan penuh tanda tanya.
“Pegang ini.” Ucapnya sambil
meletakkan batu itu dalam genggamanku.
“Kau tahu apa yang kau
pegang ?” tanyanya.
“Batu.” Jawabku singkat.
“Ck, tentu saja itu batu,
tapi kau tahu ? Itu bukan batu biasa. Itu batu pertama yangkugunakan ketika aku
berlatih melempar shuriken dengan kakakku. Dia bilang, jika aku berhasil
melempar tepat sasaran dengan batu ini, aku akan diajari melempar menggunakan
shuriken yang sesungguhnya. Singkatnya, meskipun hanya sebuah batu, ini sangat
berharga untukku.” Si mata hitam berkata sambil menatapku dalam-dalam. Aku sama
sekali tak melihat kebohongan dari setiap kata yang ia ucapkan.
“Ini berharga untukmu ?”
tanyaku.
Ia mengangguk.
Aku menatap batu itu
sejenak, lau dengan sekuat tenaga aku melempar batu itu ke sungai yang gelap
menembus kegelapan musim dingin.
“Hei ! Apa yang kau
lakukan ??!!!”
Bersambung ke the precious thing part 2
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Stop being silent reader and write your comments.......