Judul : Its not your fault
Author : Beck
Genre : Romance, Angst
“Kenapa harus tiba-tiba begini
Hans? Bahkan kau tak memberitahuku sebelumnya!!”
Semua begitu
tak kumengerti dan semuanya semakin tak jelas ketika aku sampai dirumah waktu
itu. Lebih tepatnya disebuah ruang tamu kecil dimana seseorang sedang duduk
sendiri menatapku penuh kekhawatiran. Seseorang yang begitu ku benci saat ini,
“Ada apa
denganmu Jully, aku menghubungimu berulang kali namun tak pernah kau angkat.”
Matanya masih
menunjukkan kekhawatirannya. Mata itu, sudah lama aku tak melihatnya, dan sudah
lama pula aku tak membencinya sedalam ini.
“Kau!!!.....
Aku membencimu”
Sial,, apa yang kulakukan. Padahal dia tak
melakukan apapun. Dan kenapa aku seperti ini,,
Tubuhku
bergerak begitu saja, membawa lelah perjalanan semalam dari Batavias dan
menumpuknya dengan sebuah kesakitan yang tak seorang pun akan menerimanya. Kaki
ini berlari sebisa mungkin, mencoba bersembunyi disetiap kegelapan dunia namun
tak juga aku temukan.
“Jully,,
tunggu.. kau……” Suaranya menghilang ketika aku berada di titik jauh
pandangannya. Sama sekali aku tak berani lagi menatapnya. Untuk saat ini.
Besok lusa, dan aku akan benar-benar
kehilangan semuanya. Sebuah perasaan yang tak kumengerti, yang sudah
bertahun-tahun tumbuh dengan liar tanpa kusiram, tanpa kuinginkan sedetikpun.
Dan semuanya akan hilang terlupakan
terhempas oleh sebuah ikatan perjanjian yang akan dia ucapkan dengan seseorang.
Kakikku
terhenti disebuah bangku kayu ditepi jalan. Menghadap sebuah taman kecil yang
begitu kukenali. Tubuhku roboh dengan sebuah keputusasaan dengan semua yang
berputar tak beraturan. Termenung, terdiam di senja sore yang sama sekali tak
kurasakan kehangatannya.
Apa yang sebenarnya kuharapkan? Sial,, aku
benar-benar bodoh.. Satu kenangan lain muncul didepanku. Tepat didepan
kedua mataku, ditaman yang sudah pasti tak asing lagi untukku. Seorang anak
kecil berambut pendek dengan seragam sekolah merah-putih nya. Membawa ransel
biru dan sepatu hitam denga motif bunga merah diujungnya. Wajah putihnya begitu
pucat waktu itu. Tangannya mengusap kedua air mata yang
terus saja mengalir tanpa henti. Pagi itu mentari tak menampakkan sinarnya,
seakan melengkapi sebuah ketakunan seorang anak kecil yang tentunya aku sangat
mengenalnya.
“Kenapa
menangis My Little Bee?? Coba lihat ranselmu”
Seorang anak
laki-laki menghampiri anak perempuan itu, seorang anak perempuan yang
dipanggilnya Little Bee. Dia membuka ransel mencari sesuatu yang tak ada
disana.
“Owh ternyata
kau lupa membawa kuas ya,, ini kuasku, buat kamu.”
Hari itu
adalah hari kemerdekaan negara Venecia Akasha. Dan semua murid harus membawa
peralatan lukis untuk acara melukis bersama di Taman Floweret.
“Terus kakak
nanti memakai kuas apa?” Sambil menangis dia memandang seorang laki-laki
disebelahnya yang menyodorkan sebuah kuas kayu miliknya.
“Tenang,
kakak masih punya satu lagi.” Senyum ramah kakaknya menghentikan air matanya.
Tangan hangat kakaknya mennggenggam erat anak itu. Menuntunnya untuk tetap
tersenyum penuh warna.
“Jangan
menangis lagi ya My Little Bee.”
Kata-katanya
mampu membuatnya tenang. Hingga seorang guru mengumpulkan murid-muridnya.
“Anak-anak
dari kelas 1 sampai 6 berkumpul ditaman. Dan yang tidak membawa peralatan lukis
mohon maju kedepan.”
Adik kecil
yang menangis tentu dapat tersenyum karena dia tidak jadi mendapat hukuman
waktu itu. Tapi ada sesuatu yang mengganggu perasaannya.
“Lagi-lagi
kamu Hansley, gigit kertas gambarmu, berdiri dibawah tiang bendera ditengah
taman, dan renungilah kesalahanmu karena tidak membawa perlengkapan gambar
dihari kemerdekaan negaramu!!”
Anak kecil
itu menghampiri kakaknya. Dan mengusap keringat yang bercucuran diwajah
kakaknya.
“Kakak
bohong.. katanya kakak masih punya kuas lagi. Tuh kan, gara-gara aku kakak
dihukum”
Air matanya
yang akan menetes lagi tertahan oleh senyum anak laki-laki yang dengan bangga
dihukum dibawah tiang bendera.
“kenapa kakak
mau memberikan kuasmu untukku kak?”
Anak
laki-laki itu tersenyum hangat dan menjawab dengan tenang
“karena aku
masih mempunyai satu lagi. Jadi yang itu untukkmu.”
@@@@
Senja semakin
meredupkan warnanya. Mengaburkan kenangan-kenangan masa lalu dan memaparkan
realita yang ada.
Taman ini, bangku ini, semuanya masih terasa
seperti kemarin.
Aku larut
pada keadaan, merajuk pada dunia, dan masih tidak menerima semuanya. Hingga
seseorang memelukku dari belakang. Pelukan yang tak asing lagi buatku.
Kehangatan yang selalu kukenal, selalu ku kenang, dan selalu kurindukan.
Sesuatu
berbisik pelan ditelingaku, tak bernada dan tak berirama.
“Kamu yang
paling tau keadaannya, dan kamu yang paling memahami apa yang terjadi. tetaplah
menjadi…”
Tubuhku
melepaskan pelukannya sebelum dia menyelesaikan kalimatnya. Entah kenapa aku
berbalik dan semuanya berjalan begitu saja. wajahku begitu dekat dengannya.
Mata ku bertemu dengan matanya. Dan bibirku dengan lemah menciumnya seketika,
tanpa kugerakkan, tanpa kuperintah, tanpa kusadari tubuhku melakukan semua hal
yang tak pernah kulakukan sebelumnya. Matanya memandang mataku yang bercucuran
airmata.
“Hans,, sejak
dulu kamu tau apa yang kurasakan…”
“Aku
sangat,,,,,”
Kali ini
waktu terasa berhenti. Dia memelukku erat dan membuatku berhenti mengungkapkan
perasaanku.
“Sudalah
Jully, aku mengerti semuanya.”
“Apapun kamu,
kau tetaplah adik kecilku. Adik kandungku yang sudah pasti kusayangi dengan
semua yang kumiliki.”
“ Kau
tetaplah Little Bee-ku” suaranya
sangat kurindukan, pelan dan menenangkan.
“Hans, apa kau ingat dengan ini?”
Aku
memperlihatkan sesuatu yang selalu kugenggam sejak tadi. Sebuah kuas kayu
kecil.
“Tentu aku
mengingatnya, itu kuas lukisku” Lagi-lagi senyum itu selalu membuat jantungku berdetak
begitu kencang.
“Kenapa kau
memberikannya padaku waktu itu?” untuk
kedua kalinya pertanyaanku masih tetap sama.
“Karena aku
masih punya satu lagi, jadi yang itu untukmu.” Dan jawabannya juga masih tetap
sama.
Aku menangis
seadanya sekuat tenaga. Terbenam bersama senja dipelukannya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Stop being silent reader and write your comments.......