Kamis, 07 Agustus 2014

Its not your fault (Cerpen)



Judul    : Its not your fault
Author :  Beck
Genre   : Romance, Angst

“Kenapa harus tiba-tiba begini Hans? Bahkan kau tak memberitahuku sebelumnya!!”
Semua begitu tak kumengerti dan semuanya semakin tak jelas ketika aku sampai dirumah waktu itu. Lebih tepatnya disebuah ruang tamu kecil dimana seseorang sedang duduk sendiri menatapku penuh kekhawatiran. Seseorang yang begitu ku benci saat ini,
“Ada apa denganmu Jully, aku menghubungimu berulang kali namun tak pernah kau angkat.”
Matanya masih menunjukkan kekhawatirannya. Mata itu, sudah lama aku tak melihatnya, dan sudah lama pula aku tak membencinya sedalam ini.
“Kau!!!..... Aku membencimu”

Sial,, apa yang kulakukan. Padahal dia tak melakukan apapun. Dan kenapa aku seperti ini,,
Tubuhku bergerak begitu saja, membawa lelah perjalanan semalam dari Batavias dan menumpuknya dengan sebuah kesakitan yang tak seorang pun akan menerimanya. Kaki ini berlari sebisa mungkin, mencoba bersembunyi disetiap kegelapan dunia namun tak juga aku temukan.
“Jully,, tunggu.. kau……” Suaranya menghilang ketika aku berada di titik jauh pandangannya. Sama sekali aku tak berani lagi menatapnya. Untuk saat ini.
Besok lusa, dan aku akan benar-benar kehilangan semuanya. Sebuah perasaan yang tak kumengerti, yang sudah bertahun-tahun tumbuh dengan liar tanpa kusiram, tanpa kuinginkan sedetikpun. Dan semuanya akan hilang terlupakan terhempas oleh sebuah ikatan perjanjian yang akan dia ucapkan dengan seseorang.
Kakikku terhenti disebuah bangku kayu ditepi jalan. Menghadap sebuah taman kecil yang begitu kukenali. Tubuhku roboh dengan sebuah keputusasaan dengan semua yang berputar tak beraturan. Termenung, terdiam di senja sore yang sama sekali tak kurasakan kehangatannya.
Apa yang sebenarnya kuharapkan? Sial,, aku benar-benar bodoh.. Satu kenangan lain muncul didepanku. Tepat didepan kedua mataku, ditaman yang sudah pasti tak asing lagi untukku. Seorang anak kecil berambut pendek dengan seragam sekolah merah-putih nya. Membawa ransel biru dan sepatu hitam denga motif bunga merah diujungnya. Wajah putihnya begitu pucat waktu itu.  Tangannya mengusap kedua air mata yang terus saja mengalir tanpa henti. Pagi itu mentari tak menampakkan sinarnya, seakan melengkapi sebuah ketakunan seorang anak kecil yang tentunya aku sangat mengenalnya.
“Kenapa menangis My Little Bee?? Coba lihat ranselmu”
Seorang anak laki-laki menghampiri anak perempuan itu, seorang anak perempuan yang dipanggilnya Little Bee. Dia membuka ransel mencari sesuatu yang tak ada disana.
“Owh ternyata kau lupa membawa kuas ya,, ini kuasku, buat kamu.”
Hari itu adalah hari kemerdekaan negara Venecia Akasha. Dan semua murid harus membawa peralatan lukis untuk acara melukis bersama di Taman Floweret.
“Terus kakak nanti memakai kuas apa?” Sambil menangis dia memandang seorang laki-laki disebelahnya yang menyodorkan sebuah kuas kayu miliknya.
“Tenang, kakak masih punya satu lagi.” Senyum ramah kakaknya menghentikan air matanya. Tangan hangat kakaknya mennggenggam erat anak itu. Menuntunnya untuk tetap tersenyum penuh warna.
“Jangan menangis lagi ya My Little Bee.”
Kata-katanya mampu membuatnya tenang. Hingga seorang guru mengumpulkan murid-muridnya.
“Anak-anak dari kelas 1 sampai 6 berkumpul ditaman. Dan yang tidak membawa peralatan lukis mohon maju kedepan.”
Adik kecil yang menangis tentu dapat tersenyum karena dia tidak jadi mendapat hukuman waktu itu. Tapi ada sesuatu yang mengganggu perasaannya.
“Lagi-lagi kamu Hansley, gigit kertas gambarmu, berdiri dibawah tiang bendera ditengah taman, dan renungilah kesalahanmu karena tidak membawa perlengkapan gambar dihari kemerdekaan negaramu!!”
Anak kecil itu menghampiri kakaknya. Dan mengusap keringat yang bercucuran diwajah kakaknya.
“Kakak bohong.. katanya kakak masih punya kuas lagi. Tuh kan, gara-gara aku kakak dihukum”
Air matanya yang akan menetes lagi tertahan oleh senyum anak laki-laki yang dengan bangga dihukum dibawah tiang bendera.
“kenapa kakak mau memberikan kuasmu untukku kak?”
Anak laki-laki itu tersenyum hangat dan menjawab dengan tenang
“karena aku masih mempunyai satu lagi. Jadi yang itu untukkmu.”
@@@@
Senja semakin meredupkan warnanya. Mengaburkan kenangan-kenangan masa lalu dan memaparkan realita yang ada.
Taman ini, bangku ini, semuanya masih terasa seperti kemarin.
Aku larut pada keadaan, merajuk pada dunia, dan masih tidak menerima semuanya. Hingga seseorang memelukku dari belakang. Pelukan yang tak asing lagi buatku. Kehangatan yang selalu kukenal, selalu ku kenang, dan selalu kurindukan.
Sesuatu berbisik pelan ditelingaku, tak bernada dan tak berirama.
“Kamu yang paling tau keadaannya, dan kamu yang paling memahami apa yang terjadi. tetaplah menjadi…”
Tubuhku melepaskan pelukannya sebelum dia menyelesaikan kalimatnya. Entah kenapa aku berbalik dan semuanya berjalan begitu saja. wajahku begitu dekat dengannya. Mata ku bertemu dengan matanya. Dan bibirku dengan lemah menciumnya seketika, tanpa kugerakkan, tanpa kuperintah, tanpa kusadari tubuhku melakukan semua hal yang tak pernah kulakukan sebelumnya. Matanya memandang mataku yang bercucuran airmata.
“Hans,, sejak dulu kamu tau apa yang kurasakan…”
“Aku sangat,,,,,”
Kali ini waktu terasa berhenti. Dia memelukku erat dan membuatku berhenti mengungkapkan perasaanku.
“Sudalah Jully, aku mengerti semuanya.”
“Apapun kamu, kau tetaplah adik kecilku. Adik kandungku yang sudah pasti kusayangi dengan semua yang kumiliki.”
“ Kau tetaplah Little Bee-ku” suaranya sangat kurindukan, pelan dan menenangkan.
 “Hans, apa kau ingat dengan ini?”
Aku memperlihatkan sesuatu yang selalu kugenggam sejak tadi. Sebuah kuas kayu kecil.
“Tentu aku mengingatnya, itu kuas lukisku” Lagi-lagi senyum itu selalu membuat jantungku berdetak begitu kencang.
“Kenapa kau memberikannya padaku waktu itu?”  untuk kedua kalinya pertanyaanku masih tetap sama.
“Karena aku masih punya satu lagi, jadi yang itu untukmu.” Dan jawabannya juga masih tetap sama.
Aku menangis seadanya sekuat tenaga. Terbenam bersama senja dipelukannya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Stop being silent reader and write your comments.......